- Back to Home »
- Telkomsel vs Prima
Selasa, 18 September 2012
Ketika Semut Membuat Gajah Terperangah
Jakarta - Siapa yang tak mengenal Telkomsel? Operator seluler terbesar di Indonesia pemilik lebih dari 110 juta pelanggan. Ya, Telkomsel ibarat raksasa di industri telekomunikasi. Dukungan modal besar hingga kekuatan infrastruktur yang dimilikinya masih meninggalkan operator lain.Dengan kondisi 'superior' tersebut, namun bukan berarti Telkomsel dapat dengan mudah melewati berbagai rintangan. Termasuk dari gugatan hukum sebuah perusahaan kecil yang jauh dari kata populer.
Hal ini terbukti kala Telkomsel berhadapan dengan PT Prima Jaya Informatika dalam kasus pembekuan kontrak kartu voucher Prima. Dalam sidang di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Telkomsel kalah dan dinyatakan pailit oleh Majelis hakim yang dipimpin Agus Iskandar.
Kasus ini sendiri bermula ketika Telkomsel dinilai secara sepihak membekukan kontrak kartu voucher Prima, yang didistribusikan oleh PT Prima Jaya Informatika dengan nilai kerja sama Rp 200 miliar.
"Kerja sama dibuat pada 1 juni 2011 dalam bentuk distribusi kartu voucher isi ulang dan kartu perdana prabayar berdesain atlet nasional selama 2 tahun. Namun pada Juni 2012 kerja sama dihentikan sementara, sehingga kami merugi Rp 5,3 miliar," jelas kuasa hukum PT Prima Jaya, Kanta Cahya.
Kartu Prima adalah kartu prabayar hasil kerja sama antara Yayasan Olahragawan Indonesia dan Telkomsel. Kartu Prima merupakan kartu khusus bagi seluruh komunitas olahraga di Tanah Air, karena mengangkat tema untuk kemajuan olahraga nasional. Kartu Prima terdiri atas Perdana Kartu Prima dan Voucher Prima.
PT Prima Jaya mengaku telah berusaha menghubungi pihak Telkomsel untuk meminta penjelasan sebelum melangkah ke pengadilan. Akan tetapi, diakui belum ada satupun direksi yang bisa menjelaskan penyebab dihentikannya kartu Prima itu.
Kanta mengakui jika Telkomsel jauh memiliki nama besar ketimbang klien yang ia bela. Namun ia percaya, hukum tak memandang seberapa besar perusahaan/individu yang bersengketa.
"Istilahnya semut melawan gajah, jika membandingkan PT Prima dan Telkomsel. Tetapi kita tidak gentar dengan nama Telkomsel karena kita merasa benar dan bisa menunjukkan bukti-bukti yang kuat," tegasnya.
Bukti yang membuat mereka percaya diri maju ke pengadilan untuk melawan sang gajah adalah keberadaan surat perjanjian kerjasama (PKS) antara Telkomsel dan PT Prima saat masih 'mesra'.
"Mereka (pihak Telkomsel-red.) bilang belum bisa melanjutkan kerja sama karena belum ada perintah dari pimpinan. Padahal sudah teken kontrak yang mengikat dan proses juga sudah berjalan. Ini yang kita pertanyakan, mungkin kita dipandang sebelah mata," papar Kanta.
"Dari awal kita sebenarnya tidak mau sampai seperti ini, inginnya damai-damai saja. Tetapi karena tidak ada respons dari mereka kemarin-kemarin, makanya kita membawa kasus ini ke pengadilan," lanjutnya.
Setelah proses pengadilan, hasilnya bisa diketahui. Si semut sukses membuat gajah terperangah. Tentu saja ini menjadi pukulan telak bagi Telkomsel, sang raksasa telekomunikasi.
Respons Telkomsel
Setelah putusan pengadilan diketok palu, pihak Telkomsel pasti tak menyangka jika mengalami kekalahan. Sebab sebelumnya, mereka terlihat pede menghadapi kasus tersebut.
"Perselisihan (pemutusan PKS-red) yang terjadi ini merupakan dispute (antara Telkomsel dengan PT Prima) bisnis. Sebenarnya hal yang biasa terjadi dalam suatu kerjasama," tukas Ricardo Indra, yang ketika diwawancara detikINET menjabat sebagai Functional Expert Corporate Communication Telkomsel, Kamis (2/7/2012).
Namun apa mau dikata, putusan sudah dikeluarkan dan Telkomsel harus menyiapkan strategi cadangan untuk menghadapi keadaan. Sebab dengan dikabulkannya tuntutan pailit ini, maka seluruh aset Telkomsel berada dalam pengawasan hakim pailit dan kurator serta asetnya bisa disita untuk membayar seluruh hutang pada kreditur, bukan hanya ke penggugat PT Prima Jaya Informatika.
"Sangat disayangkan perkara perdata yang kecil sekali bisa mempailitkan perusahaan dengan aset ratusan triliun. Kami sangat prihatin," sesal Anggota BRTI M Ridwan Effendi, mengomentari kasus ini.
Kasasi awalnya memang dihembuskan untuk dipilih Telkomsel. Mereka tentu ingin menghindari cap pailit dari pengadilan. Tetapi kata damai sepertinya juga belum terlambat untuk diucapkan. Buktinya, hari ini, Selasa (18/9/2012), kuasa hukum PT Prima dijadwalkan untuk bertemu dengan kuasa hukum Telkomsel.
"Telkomsel menghormati keputusan Pengadilan Niaga Jakpus tersebut, meskipun perusahaan berpendapat belum terjadi hutang piutang sebesar Rp 5,3 miliar sebagaimana dimaksud karena masih dalam proses sengketa," ujar Corporate Secretary Telkomsel, Asli Brahmana.
Menurutnya, Telkomsel masih sebagai perusahaan yang reputable dan capable secara finansial. Telkomsel juga akan menjamin kepentingan seluruh stakeholder, termasuk mitra-mitra bisnis, khususnya PT Prima Jaya Informatika, dan akan menyelesaikan dengan itikad baik.
Dukungan pun mengalir dari Telkom, induk usaha Telkomsel, optimistis operator seluler itu bisa menyelesaikan permasalahan hukum yang dihadapinya dengan PT Prima Jaya Informatika.
"Telkomsel adalah perusahaan yang memiliki komitmen untuk patuh terhadap hukum," ujar Head of Corporate Communication and Affair Telkom, Slamet Riyadi.
"Telkomsel merupakan perusahaan yang sangat sehat baik secara bisnis maupun keuangan dan selaku induk perusahaan, manajemen Telkom percaya bahwa Telkomsel akan dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan baik untuk menjaga kepercayaan semua pemangku kepentingan," tandas Slamet.
Terancam di Seleksi 3G
Preseden buruk sudah jadi akan diterima Telkomsel lantaran kasus ini. Selain itu, mereka juga terancam tak bisa mengikuti seleksi dua kanal terakhir 3G di frekuensi 2.1 GHz, yang dibutuhkan untuk menunjang rencana ekspansi operator yang identik dengan warna merah tersebut .
Pasalnya, menurut RPM Tata Cara Seleksi Tambahan Pita Frekuensi 2.1 GHz Pasal 18 ayat 1 butir G-3 disebutkan bahwa, "Peserta seleksi tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, atau kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan, dan Komisaris Utama maupun Direktur Utama yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang menjalani sanksi pidana".
Memang, ini masih sebatas RPM. Tetapi statusnya sudah selesai dari uji publik dan tinggal menunggu persetujuan Menkominfo Tifatul Sembiring. Artinya jika aturan dalam pasal 18 itu tidak direvisi, maka pupus sudah harapan Telkomsel untuk ikut seleksi 3G.
"Uji publik sudah selesai, tapi RPM itu kan belum final, masih dibahas di internal. Berbagai kemungkinan masih bisa terjadi. Tetapi prinsipnya, kita tidak terpengaruh dengan dinamika di luar, dan mencari angle yang lebih luas," ujar Kepala Humas dan Pusat Informasi Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto, secara diplomatis.
"Ya, kita tunggu saja ketok palu dari Pak Menteri (Menkominfo Tifatul Sembiring-red.). Beliau yang akan memutuskan," ia menandaskan.
http://adf.ly/CwC8q